Category Archives: Tanaman Pangan

Berproduksi Lebih Tinggi di Lahan Rawa

Untuk mendongkrak produktivitas lahan rawa, perlu pupuk hayati yang mampu menetralkan tanah dari kandungan racun dan menaikkan pH-nya.

Selama ini petani lahan rawa hanya panen padi sekali setahun lantaran mereka meyakini lahan rawa cuma bisa ditanami varietas lokal. Padahal varietas lokal ini berumur panjang, 7-8 bulan.

“Kami ingin memberikan solusi bagi petani di lahan rawa. Kami buktikan kepada petani bahwa varietas unggul Inpara yang umurnya 110 – 120 hari juga bisa ditanam di lahan rawa. Dengan varietas unggul, petani bisa dua kali tanam, hasilnya lebih banyak,” ungkap Elisabeth Any, Direktur PT Proper Biotech Indonesia dalam Pameran Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (19/10).

OrganoDEGRA dan EvaGROW

Prosper Biotech Indonesia membuktikan, tiga produknya, yaitu OrganoDEGRA, EvaGROW, dan Valdi’s GROW memberikan solusi di Desa Jejangkit Muara, Kec. Jejangkit, Barito Kuala yang menjadi lokasi gelar teknologi lahan rawa HPS 2018.

Pada demplot seluas satu hektar, kombinasi produk tersebut mampu memperbaiki kondisi lahan sehingga lebih baik untuk bertanam padi. Dalam menaikkan pH tanah dari 4 menjadi 4,8 – 5 memang masih dibantu kapur. Namun dosis pupuk kimia berkurang, tinggal 25%-30%. Aplikasi pestisida pun berkurang lantaran tanamannya lebih kuat.

“Mikroba dalam OrganoDEGRA menguraikan unsur kimia yang terpendam di tanah sehingga tanah jadi lebih subur. EvaGROW itu pupuk hayati mengandung konsorsium mikroorganisme yang meningkatkan hasil pertanian. Ada yang menangkap nitrogen dari udara, melarutkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman, melarutkan kalium, dan ada pula yang memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH,” urai Any.

OrganoDEGRA digunakan saat pembalikan tanah dengan dosis dua boks (600 g) per hektar. Caranya, larutkan satu sachet dalam 10 liter air lalu semprotkan ke tanah. Setelah itu tunggu 14 hari baru dibuat leleran. Empat jenis mikroba dalam produk ini, yaitu Bacillus sp., Aspergillus sp., Trichoderma sp., dan yeast  mempercepat pengomposan bahan organik.

Tiga sebelum tanam, lahan disemprot dengan EvaGROW secara merata. Satu sachet berisi 50 g dilarutkan 15 liter air (satu tangki). Dosisnya 4 – 5 kg/ha. Setelah tiga hari, lahan siap ditanami. Penyemprotan dilanjutkan tiga kali lagi dengan selang 7 hari.

Usa perlakuan EvaGROW, padi dalam keadaan bunting ditingkatkan ketahanannya terhadap gangguan hama penyakit dengan penyemprotan pupuk hayati Valdi’s GROW. Pupuk ini juga mengandung mikroba antihama, yaitu Beauveria bassiana, Pseudomonas sp., dan Rhodotorula sp. Penyemprotan dilakukan ke tanaman setiap 7 hari sebanyak 3 – 4 kali.

Satu hal yang penting, aplikasi ketiga produk itu tidak boleh dicampur pestisida, pupuk kimia, atau bahan kimia lain. Penyemprotan dilakukan sebelum pukul 8 pagi atau setelah pukul 4 sore agar mikroba bisa berkembang maksimal.

Produksi Meningkat dan Tahan OPT

Kombinasi tiga produk tersebut menghasilkan panen yang menggembirakan. “Di Jejangkit belum panen, tetapi jumlah anakannya 20 – 25. Menurut petani di sana itu sudah bagus. Padahal di lahan biasa bisa mencapai 45 anakan. Kerusakan akibat hamanya juga minim,” ucap Any yang baru tiga tahun bergabung dengan Prosper.

Sementara petani di Lampihong, Kab. Balangan, Kalsel, sudah menikmati kenaikan produktivitas.  “Hasil gabah per borong (satuan luas) biasanya 11-12 blek dengan tambahan EvaGROW bisa dapat 25 blek gabah. Pak Nur, dapat 5,5 ton, biasanya di bawah 4 ton,” tutur Any. Jadi, paket produk ini menjanjikan kenaikan produktivitas minimal 20% dengan biaya lebih murah.

Hingga saat ini, paket teknologi Prosper tersebut sudah merambah sembilan kabupaten di Kalimantan. Siapa menyusul menikmati produktivitas lebih tinggi?***

Padi Sehat dan Bernas dengan Pupuk MM

Produksi padi meningkat di atas 50% dan menurunkan biaya produksi.

Lahan rawa dikenal sebagai lahan marginal yang tidak cocok untuk budidaya tanaman. Produktivitas padi di Pantai Utara (Pantura) Jawa misalnya mencapai 7-8 ton gabah kering giling (GKG)/ha. Sementara di lahan rawa, rerata produktivitas padi hanya sekitar 3-4 ton GKG/ha. Produktivitas padi di lahan rawa juga bisa menembus angka yang tinggi jika menggunakan nutrisi tanaman yang tepat. Bagaimana caranya?

Nutrisi Tepat

Menurut Dr. Rohlini Halim, Manajer Pemasaran PT  MM Agro Buana, budidaya padi di lahan rawa menghadapi kendala yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman. Di antaranya, lahan sulfat masam dengan pH sangat rendah sekitar 3-4, miskin hara, dan tata air yang kurang baik. Agar tumbuh subur dan menghasilkan panen optimal, tanaman harus memperoleh asupan nutrisi lengkap dan terserap sempurna. Nutrisi ini diperoleh melalui penggunaan pupuk organik, yaitu PCOM (Pupuk Cair Organik Mikro) MM (Micro Magic) atau dikenal dengan sebutan pupuk MM.

Doktor lulusan lulusan IAT Thailand itu menjelaskan, pupuk MM memiliki berbagai keunggulan. Yaitu, tidak mencemari lingkungan, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil panen, meningkatkan ketahanan terhadap serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan memulihkan tanaman yang terserang OPT, mengurangi aplikasi pestisida, menurunkan penggunaan pupuk NPK sampai 50%, meningkatkan pH dan memperbaiki struktur tanah, dapat digunakan untuk semua jenis tanaman, dan menurunkan biaya produksi.

“Pupuk MM mampu menaikkan produksi sampai lebih dari 50%,” ulas Lin, sapaannya. Dampak peningkatan produksi yang sangat besar ini tentu akan mendukung Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045. Pada perhelatan Hari Pangan Sedunia 2018 di Desa Jejangkit Muara, Kec. Jejangkit, Kab. Barito Kuala, Kalsel, PCOM MM diujicobakan pada padi varietas Inpara 2 yang dikelola Balai Penelitian Tanaman Rawa (Balittra). Produktivitas tanaman padi itu meningkat signifikan, sebesar 4,7 kg/ubinan atau 7,5 ton/ha.

Sedangkan, produksi padi yang tidak disemprot PCOM MM hanya 2,5 kg/ubinan atau 4 ton/ha. Padi di Blok 16 lokasi HPS juga tumbuh sangat subur dan sehat karena menggunakan pupuk MM. Hal ini sangat berbeda nyata dengan pertumbuhan padi di blok berdekatan yang tumbuh lebih lambat dan tidak selebat padi dengan pupuk MM.

Hasil Meningkat dan Tanaman Kuat

Sebelumnya, uji coba penggunaan Pupuk MM pada pertanaman padi di Kec. Kota Besi, Kab. Kotawaringin Timur, Kalteng yang dilaksanakan bersama Dr. Susilawati, Peneliti BPTP Kalteng memberikan hasil panen yang memuaskan. Lahan di Kotawaringin Timur merupakan lahan pasang surut tipe B dengan pH tanah 4,2 – 5,3. Varietas yang digunakan adalah Inpari 9, Inpari 42, dan Inpari 43 dengan teknologi jarwo super 2:1.

Lin mengungkap, padi yang menggunakan teknologi jarwo super dan pupuk MM menghasilkan 6,5 ton GKG/ha pada varietas Inpari 9, Inpari 42 9,9 ton GKG/ha, dan Inpari 43 8,6 ton GKG/ha. Angka ini naik 51,2%-73,7% dari produksi padi tanpa pupuk MM. Hal ini karena malai padi lebih panjang, jumlah anakan produktif, dan jumlah gabah per malai juga lebih banyak. Produksi padi varietas Inpari 9, Inpari 42, dan Inpari 43 tanpa pupuk MM hanya sebesar 4,3 ton GKG/ha, 5,7 ton GKG/ha, dan 5,4 ton GKG/ha. “Padi lebih cepat matang, bisa 1-2 minggu lebih cepat panen. Padinya jauh lebih berat dan lebih bersih karena lebih bernas, bulir hampanya jarang sekali,” imbuh Lin.

Padi varietas lokal yang tidak respon pupuk pun bisa menghasilkan panen optimal. Padi varietas Siam Unus biasanya menghasilkan 2,6 ton/ha dan banyak bulir hampa. Setelah ditambahkan pupuk MM, produktivitas Siam Unus menjadi 4,2 ton/ha dengan waktu panen lebih cepat 2 minggu serta kondisi gabah lebih bersih, tanpa bulir hampa, dan bernas. “Produksinya naik 61,5%. Dengan modal Rp1 juta dapat tambahan Rp8 juta lebih per hektar,” terangnya.

Pupuk yang menggunakan teknologi isolat Korea ini juga membantu tanaman lebih kuat dan tahan serangan OPT. Tanaman padi di Kab. Tanah Bumbu, Kalsel, rusak karena terendam dan terserang penyakit. Petani pasrah dan tidak mengharapkan hasil lantaran tanaman mau mati. Padi umur 3 minggu itu lalu disemprot 2 liter pupuk MM sampai panen. “Padi yang biasanya dapat 80 karung ukuran 50 kg, kemarin dapat 110 karung untuk lahan 0,85 ha. Dan bobot karungnya lebih berat daripada biasanya,” jelas Lin sambil mengungkap PCOM MM mengandung puluhan mikroorganisme yang berkoloni, seperti mikroba penambat N, pelarut P dan K, serta dilengkapi dengan unsur hara seperti C-Organik, N-Total, P2O5, K2O, Cu, Zn, Mn, Fe, dan B.

Pertanaman padi-kangkung dan pa- di-jeruk sistem surjan juga menunjukkan peningkatan hasil luar biasa. Kangkung dan jeruk yang disemprot pupuk MM tumbuh subur serta berbuah sangat lebat dan besar. “Pupuk MM juga meningkatkan nilai brix(tingkat kemanisan buah),” ucapnya.

Aplikasi Mudah

Di samping menghasilkan pertumbuhan dan panen optimal, aplikasi PCOM MM pun cukup mudah. Untuk tanaman padi misalnya, campurkan sebanyak 2 ml pupuk MM dalam 1 liter air lalu semprotkan ke bagian bawah daun tiap seminggu sekali selama 4 minggu. Awalnya berikan pupuk dasar NPK seperti biasa. Periode berikutnya, pupuk NPK bisa dikurangi bertahap hingga 50%.

Pemupukan berikutnya dua minggu sekali sampai padi berumur 10 minggu atau 70 hari setelah tanam. “Ini sangat cocok untuk daerah pasang-surut dan lebak. Pupuk tidak akan larut ketika air datang karena langsung terserap daun,” paparnya.

Lin menganjurkan, penyemprotan dilakukan pada pagi hari di bawah jam 10.00 atau sore hari setelah jam 15.00. “Ulangi jika terjadi hujan dua jam setelah aplikasi dan jangan menggunakan alat semprot bekas pestisida,” sarannya.***

Senang Bertanam Jagung

Areal tanam tidak optimal karena terkendala kesulitan benih jagung hibrida.

Harga jagung yang cukup membaik membuat petani di Provinsi Lampung terus menanam jagung di musim kemarau. Hal inilah yang dilakukan Sardo, Ketua Kelompok Tani Margo Makmur dari Desa Rejomulyo, Kec. Jatiagung, Kab. Lampung Selatan. Ia mengatakan, sebagian besar petani di desannya melanjutkan penanaman jagung pada musim gadu kemarau. “Masih ada hujan walau agak jarang maka kami kembali menanam jagung daripada lahan terlantar tidak menghasilkan,” ujarnya.

Selain cuaca yang mendukung, tingginya animo petani menanam jagung karena harga jagung pada musim panen rendeng (hujan) sebelumnya cukup bagus. “Rata-rata harga jagung saat musim panen puncak lalu Rp2.200–Rp2.400 per kg. Dan biasanya pada musim panen gadu harganya di atas Rp3.000/kg sehingga walau produksinya turun, petani masih untung,” lanjut pria yang sudah budidaya jagung hampir seperempat abad ini kepada AGRINA.

Banyak Pilihan

Kuswanto, petani jagung di Desa Trirahayu, Kec. Negerikaton, Kab. Pesawaran juga mengakui, meski musim gadu dan hujan mulai kurang tetapi masih banyak petani yang menanam jagung. “Memang harga singkong sudah membaik tapi petani masih senang jagung. Sebab saat harga singkong anjlok, petani yang rugi banyak sehingga agak trauma untuk kembali menanam singkong,” ujar Kus, panggilan akrabnya.

Apalagi, menanam jagung di musim gadu memiliki banyak pilihan. Pertama, menanam jagung hibrida sebagai jagung pakan. Biasanya harga jual pakan pada musim gadu jauh lebih tinggi ketimbang musim rendeng.

Tapi jika hujan jarang dan pertumbuhan tongkol tidak begitu optimal, batang jagung bersama tongkolnya yang masih muda ditawarkan untuk dijual menjadi pakan sapi. Di samping itu, petani juga bisa menanam jagung manis yang biasnaya hasilnya bagus dan usia panen juga lebih pendek, sekitar 70 hari.

Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 292 yang terbit Oktober 2018. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrinahttps://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

Cegah OPT Biar Tak Kecele

Serangan WBC dan penggerek batang masih mendominasi pertanaman padi pada musim hujan. Apa langkah antisipasinya?

Menurut Tri Susetyo, Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), pertanaman padi khususnya di Pantai Utara (Pantura) Jawa masih terancam wereng batang cokelat (WBC) dan penggerek batang. Iman Segara, Crop Manager FMC Agricultural Manufacturing membenarkan kondisi ini. Serangan wereng semakin sulit diprediksi dalam 5 tahun terakhir. “Dulu siklusnya bisa ditebak, sekarang siklusnya nggak bisa ditebak,” ungkapnya.

Wereng ini banyak ditemui di Jabar, bagian tengah Provinsi Jateng, Jatim, dan Lampung. Tren wereng cenderung stabil. “Wereng mulai naik di 2016 akhir, tingginya di 2017. Tahun 2018 awal agak aman. Wereng mulai naik lagi untuk daerah pertanaman baru di Subang dan Karawang,” imbuhnya. Kejadian penggerek batang sama dengan tahun lalu tetapi lebih rumit dikendalikan. Penggerek endemis di Subang (Jabar) serta Pemalang, Banyumas, Klaten, dan Sragen (Jateng). Sedangkan blast mulai menghilang.

OPT Padi Rawa

Agus Guswara, Kabid Pendayagunaan Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) menjelaskan, organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang banyak ditemui di lahan rawa adalah penggerek batang, WBC, tungro, dan blast. Karena itu di lahan sawah rawah ada lampu perangkap (light trap) pada setiap 50 ha untuk memantau perkembangan OPT.

Menurut Dedi Nursyamsi, kondisi rawa yang lembap menyebabkan cepatnya pertumbuhan penyakit. “Pengendalian OPT harus lebih kencang tapi musuh alaminya banyak, seperti kepayang dan babandotan,” kata Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) itu.

Selain itu, serangan hama tikus juga tinggi karena tikus suka bersembunyi di danau. “Sawah kuncinya gunakan terus dan digilir dengan tanaman legume (kacang-kacangan), kedelai. Lahannya  jangan bera, nanti jadi sarang tikus, hama penyakit vektor-vektor wereng juga tumbuh pesat di situ,” lanjutnya.

Iman menambahkan, pertumbuhan gulma di lahan rawa juga pesat. “Rawa lebak lebih berat di pengendalian gulma karena sebar benih langsung. Masalah gulma, biayanya tinggi karena setahun sekali tanam. Begitu mau tanam, rumputnya tinggi,” imbuhnya. Gulma lahan rawa misalnya azola (Azolla pinata), kayapu (Pistia stratiotes), anabaena, dan kiambang (Salviana molesta, Salviana natans).

Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 292 yang terbit Oktober 2018. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrinahttps://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

Lahan Rawa Lumbung Pangan Masa Depan

Produksi padi lahan rawa mencapai 4,2 juta ton GKG dengan lahan tanam baku 1 juta ha, produktivitas 3,5 ton/ha, dan IP 1,2. Potensi ini masih bisa naik dengan berbagai cara.

Sejarah mencatat, El Nino yang melanda Indonesia berdampak pada krisis pangan dan kejatuhan pemerintahan. El Nino kuat pada 1965 misalnya, menyebabkan berkurangnya produksi padi diikuti krisis pangan yang memicu krisis sosial dan lengsernya Soekarno dari kursi RI 1. Kejadian El Nino 1997 juga berakibat sama dan diikuti krisis moneter hingga menurunkan Soeharto dari posisi Presiden.

Namun El Nino 2015 yang disinyalir terkuat sepanjang sejarah Indonesia, justru mengantarkan negara ini mencapai produksi padi tertinggi sejak 2005. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, produksi padi sebanyak 75,40 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 4,55 juta ton (6,42%) dari 2014.

Menurut Dedi Nursyamsi, Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Kementerian Pertanian (Kementan) kenaikan produksi ini karena upaya khusus dan optimalisasi lahan rawa. Saat itu pertanaman padi di lahan rawa mencapai 509 ribu ha yang menghasilkan 2 juta ton GKG dengan produktivitas 4 ton/ha. “El Nino di lahan rawa itu anugerah karena permukaan air turun sehingga luas lahan yang bisa ditanami meningkat pesat,” ujarnya. Bagaimana potensi lahan rawa sebagai lumbung pangan masa depan?

Potensi Lahan Rawa

Lahan rawa adalah lahan yang kelebihan air sehingga harus dibuang agar bisa ditanami. “Kalau El Nino berarti permukaan air di rawa turun. Rawa lebak dangkal menjadi kering dan lebak tengahan menjadi dangkal. Akhirnya, lahan yang bisa ditanami padi semakin luas,” urainya terperinci.

Profesor riset itu menjelaskan, lahan rawa di Indonesia mencapai 34,1 juta ha meliputi rawa pasang-surut 8,9 juta ha dan rawa lebak 25,2 juta ha yang tersebar di seluruh Indonesia. Sekitar 21,8 juta ha lahan rawa ini potensial dikembangkan tetapi hanya 10 juta ha yang cocok untuk pertanian.

Lahan rawa itu ada yang potensial tersedia dan tidak. “Lahan potensial tersedia ditumbuhi semak belukar, alang-alang, rerumputan. Gampang dibukanya karena bukan hutan,” katanya. Dari angka 21,8 juta ha, lahan potensial tersedia yang sudah dipetakan sekitar 3,7 juta ha (lihat Tabel Lahan Suboptimal tersedia untuk Tanaman Pangan).

Namun, lahan rawa potensial tersedia pun tidak semua berstatus bersih tanpa masalah (clean & clear). Dari 77 ribu ha lahan rawa potensial tersedia di Kab. Siak, Riau, hanya 21 ribu ha yang bisa dikelola karena sisanya sudah memiliki izin usaha. Di Kab. Kubu Raya, Kalsel ada 55 ribu ha lahan rawa potensial tersedia tapi yang belum memiliki izin usaha tinggal 9 ribu ha.

Apalagi lahan rawa punya banyak keunggulan. Yakni, tersedia air, keanekaragamannya tinggi dan eksotis, pemulihan terhadap risiko kegagalan cenderung cepat, biaya pengembangan murah dan multifungsi, lebih tahan perubahan iklim, hasil biji-bijian dan rimpang lebih kaya Se dan Fe, serta gejolak sosial pengembangan rendah. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk pengembangan secara berkelanjutan.

Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 292 yang terbit Oktober 2018. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrinahttps://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/