Tag Archives: Akuakultur

Aplikasi Teknologi Budidaya Udang Ramah Lingkungan

Budidaya udang ramah lingkungan menghasilkan kesinambungan bisnis dan terjaganya lingkungan. Seperti apa wujud budidaya udang ramah lingkungan?

Keuntungan bisnis udang memang menggiurkan. Namun, tantangan budidaya si bongkok juga semakin berat seiring perubahan iklim dan kondisi lingkungan yang makin rusak. Terlebih serangan penyakit juga mengintai. Agar budidaya udang berkelanjutan, petambak harus menerapkan teknologi budidaya ramah lingkungan.

Menurut Dr. Supono, M. Si., Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Lampung, budidaya udang ramah lingkungan adalah budidaya udang yang berkelanjutan. Sehingga, bisnis udang terus berkesinambungan dan lingkungan tetap terjaga. Secara ekologi, budidaya udang disebut berkelanjutan jika tidak menyebabkan kerusakan spesies tertentu, tidak merusak hutan mangrove, tidak mencemari lingkungan, dan memiliki instalasi pengolahan limbah.

Dari sudut pandang ekonomi, budidaya udang berkelanjutan bila menguntungkan secara finansial dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Dari sisi sosial dan masyarakat, yaitu aman dari tindak pencurian, masyarakat tidak mengganggu dan memperoleh manfaat dari kegiatan budidaya udang.

Konstruksi Kolam

Supono menjelaskan, budidaya udang ramah lingkungan dilakukan sejak pembuatan konstruksi kolam. Konstruksi tambak luasnya sekitar 1.000-5.000 m2 dengan kedalaman 1,5-2 m. Tambak dilapisi plastik terutama di daerah pemberian pakan. Lining atau pemasangan plastik dasar tambak bisa menggunakan plastik mulsa, HDPE, atau LDPE. Tujuannya, menjaga kebersihan daerah pakan dan mengurangi padatan tersuspensi.

“Tambak bisa diplastiki semua atau sebagian saja di pematang,” ujarnya pada penyuluhan perikanan bertema Aplikasi Teknologi Budidaya Udang Ramah Lingkungan di Lampung Timur beberapa waktu lalu.

”Tidak boleh merusak hutan mangrove, mudah dijangkau, aman, tersedia sumber air secara kontinu, dan pipa inlet-outlet harus terpisah.”

Tambak ramah lingkungan wajib dilengkapi pipa pemasukan (inlet) dan pengeluaran (outlet), kincir, dan jembatan anco. Jembatan anco idealnya berjumlah tiga unit per kolam. Untuk mengontrol pakan dengan benar dari tiga anco itu pembudidaya akan mengetahui apakah pakan perlu ditambah, tetap, atau dikurangi. Kegunaan jembatan anco untuk memantau nafsu makan udang, populasi, dan kesehatan udang.

Elevasi atau kemiringan dasar tambak, imbuh Supono, harus mengarah ke pipa pembuangan di tengah agar memudahkan pengeringan dan membuang senyawa beracun, bakteri, serta virus. Sementara tata letak tambak, lanjut Dosen Jurusan Perikanan dan Kelautan di Universitas Negeri Lampung (Unila) itu, ”Tidak boleh merusak hutan mangrove, mudah dijangkau, aman, tersedia sumber air secara kontinu, dan pipa inlet-outlet harus terpisah.”

Kemudian, pengeringan dasar tambak bertujuan menurunkan kelembapan tanah, dekomposisi bahan organik, dan membasmi predator/carrier. Lama pengeringan minimal dua minggu saat cuaca cerah. Sedangkan pengapuran tambak berfungsi menetralkan pH tanah, meningkatkan alkalinitas, membunuh bakteri, patogen, dan predator. Jenis kapur yang dapat digunakan misalnya Ca(OH)2, CaCO3, MgCa(CO3)2 atau dolomit, dan CaO (quick lime). “Pengapuran dilakukan untuk tambak lama atau tambak baru dengan pH rendah. Kalau tambaknya masih bagus apalagi full plastik, nggak perlu dikapur,” jelasnya pada acara yang digelar MAI bekerja sama dengan Unila, PT Suri Tani Pemuka (STP), dan PT Citra Larva Cemerlang itu.

Penebaran Udang

Pengisian air yang benar mengandung dinoflagellata di bawah 5%, blue green algae di bawah 10%, bebas penyakit, dan salinitas 10-25 ppt. Air yang masuk harus disterilisasi lebih dulu dan melewati saringan/jaring berukuran 300-1000 mikron. Jaring ini berguna mencegah udang,kepiting, dan ikan liar masuk sebagai pembawa penyakit. Sterilisasi air menggunakan saponin sekitar 10-20 ppm untuk mematikan karier, berupa ikan dan ular, kaporit atau crustacide sebanyak 0,5-1 ppm.

Kualitas air yang baik terdiri dari suhu air tambak berkisar 28-32°C, oksigen terlarut (Dissoslved Oxygen-DO) lebih dari 4 ppm, pH 7-8,5, salinitas 5-35 ppt, alkalinitas di atas 100 ppm, amonia dan nitrit kurang dari 0,01 ppm, serta plakton berupa Chlorophyta dan Diatom sekitar 50%-90%, dinoflagellata dan blue green algae di bawah 5% dan 10%.

Sebelum udang ditebar, pastikan dulu pertumbuhan plankton di tambak. Supono menekankan, “Jangan sampai tebar sebelum tambak belum ada planktonnya. Pastikan air harus sudah jadi dulu, air harus sudah jadi warna hijau atau cokelat. Lebih baik mundur satu minggu sebelum tebar udang.” Sebab, plankton berfungsi sebagai pakan alami, sumber DO, dan penaung (shading).

Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 286 yang terbit April 2018. Atau, klik di : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrinahttps://higoapps.com/item/1774/agrina-edition-jan-2018, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

http://www.agrina-online.com/BudidayaUdangRamahLingkungan